Rabu, 23 Januari 2013

5 contoh kasus pelanggaran etika profesi akuntansi

1. Kasus KAP Anderson dan Enron
Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Anderson mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON

Analisa : Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik.


2. Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

analisa : Pada kasus ini KPMG telah melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi tanggungjawab profesionalnya sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga memungkinkan KPMGkehilangan kepercayaan publik. KPMG juga telah melanggar prinsip objektivitas karena telah memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.

3. sembilan KAP yang diduga melakukan koalisi dengan klien nya

Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut Sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahum 1995 – 1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, Sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank – bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank – bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY , S & S, SD &R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keungan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang coba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai. Kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Teten, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
analisa :
Dalam kasus diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
· Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham.
Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
· Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik.
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Dalam kasus ini, para akuntan dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa.

· Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas
Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin.
Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
· Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas.
Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Dalam kasus ini, sembilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain.

Sumber : http://keluarmaenmaen.blogspot.com/2010/11/beberapa-contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

4. komisaris PT.kereta api (KAI)
Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
“Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu.
“Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990.
Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.

5. Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang sutar
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.

analisa : Dalam kasus ini malinda melakukan banyak pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah tersebut. Dalam kasus ini ada salah satu prinsip-prinsip yang telah dilanggar yaitu prinsip Tanggung jawab profesi, karena ia tidak melakukan pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dia lakukan,disini melinda juga melanggar prinsip Integritas, karena tidak memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar